Judul aselinya adalah kisah mahasiswa Jepang riset di ITS. Ada hal menarik yang dapat kita jadikan renungan, Kampus ITS, ITS Online - Laki-laki putih bermata sipit ini sebenarnya sedang menempuh S2 di kobe University, Jepang. Dia hampir lulus tahun ini di jurusan Marine Engineering. Sejak bulan April lalu, dia mengadakan riset untuk thesis S2nya. Melalui persetujuan dari profesornya, dia dikirim ke ITS untuk mengadakan riset. Sebelumnya, saat menempuh S1 di Kobe, dia memasuki laboratorium yang sama dengan Dr Lahar Baliwangi, dosen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) ITS yang saat itu sedang menempuh studi di sana. Karena bidang riset dan tools yang mereka gunakan sama, akhirnya Yashiki dikirim ke ITS oleh profesornya, yaitu Prof.Kenji Ishida.
Yashiki diberi kesempatan untuk riset di Indonesia, tepatnya di ITS. Di bawah tiga dosen Siskal, akhirnya Yashiki dapat menyelesaikan risetnya. Dr Ketut Buda Artana, Dr Lahar Baliwangi, dan Dr Dinariyana adalah dosen pembimbingnya. Jika ada masalah, Yashiki sering konsultasi ke tiga dosen tersebut. Ada cerita yang menarik mengenai dosennya di sini, diungkapkan oleh Yashiki, “Yang mengesankan bagi saya adalah dengan Dr Lahar Baliwangi. Dulu ketika saya masih S1, dia menjadi senior saya di Kobe University. Namun, setelah saya mengambil riset S2 ini ternyata riset saya mirip dengan dia. Akhirnya, saya dikirim ke sini menjadi murid didiknya."
Ditanya mengenai risetnya, dia menceritakan bahwa penelitiannya itu mengenai system dynamic dan mempelajari tentang optimasi waktu perawatan kapal. Untuk pengambilan data riset, ada perbedaan antara Jepang dan Indonesia. Yashiki menjelaskan bahwa di Indonesia pengambilan data langsung dilakukan ke perusahaan yang berkenaan dengan riset itu. Sedangkan di Jepang sendiri, biasanya data didapat dari professor. Apabila data yang diinginkan tidak ada, maka professor melobi perusahaan di sana yang memiliki data yang dibutuhkan oleh mahasiswanya. Dan biasanya perusahaan mau memberikan data tetapi mereka juga memberikan tugas kepada mahasiswa tersebut untuk melaporkan hasil riset mereka sebagai masukan perusahaan. Dengan kata lain, di Indonesia mahasiswanya harus lebih aktif untuk mendapatkan data penelitiannya dibandingkan dengan di Jepang. Dalam risetnya kali ini, Yashiki langsung melakukan pengambilan data-data kapal di perusahaan pelayaran bernama Pelayaran Nusa Tenggara.
Laki-laki beragama Budha ini lahir di Minamkyobate Cho, Nara, Jepang. Hobinya jalan-jalan, dan hobi traveling itu dibawa sampai ke Indonesia. Tujuan dia traveling adalah melihat budaya dan orang Indonesia serta melihat iklim di sini. Laki-laki 24 tahun ini bercerita bahwa dia telah mengunjungi beberapa tempat di sini. Diantaranya adalah Bali, Malang, Jember, Banyuwangi, Solo, Jogja, Jakarta, hingga sampai ke Makassar dan Toraja.
“Orang Indonesia yang saya lihat, mereka ramah-tamah, baik hati, suka menolong, tetapi jam karet dan kadang-kadang malas. Mereka juga aktif tetapi individualis. Hal yang sangat kontras. Saya sendiri heran dengan orang Indonesia. Seharusnya dari ketiga hal itu (ramah-tamah, baik hati, dan suka menolong, Red) mereka merupakan pribadi yang sosialis. Tetapi mereka individualis. Mungkin karena karakter yang berbeda dan ego yang tinggi ya,” kata Yashiki mengenai orang-orang Indonesia.
Kalau berbicara kemajuan di bidang teknologi, Jepang sangat pesat terkait dengan pengembangan dan aplikasi teknologinya. Yashiki juga bercerita bahwa orang Jepang terkenal dengan jiwa nasionalisme yang tinggi. Mereka sangat bangga bekerja di perusahaan sendiri dan memiliki loyalitas yang tinggi daripada bekerja di pihak asing. Mereka juga memiliki sikap yang disiplin dan jujur. Orang Jepang akan sangat malu jika melakukan pekerjaan tidak benar atau tidak tepat. Tingkat kejujuran pun tinggi, mereka benar-benar mengabdi dan mencintai Negaranya.
“Orang-orang Jepang memang berbeda dengan Indonesia. Misalnya dalam hal diskusi. Mahasiswa di Jepang jarang berdiskusi di kelas dibandingkan dengan mahasiswa Indonesia yang sering melakukan presentasi dan diskusi. Tetapi sekali kita berdiskusi, diskusi itu all out dan efektif. Kami harus mempersiapkan diskusi dengan sebaik-baiknya. Sedangkan di sini saya lihat diskusi tidak efektif. Dosen ataupun mahasiswa cenderung kurang persiapan untuk kegiatan itu. Jadi, hasilnya kurang efektif,” ungkap Yashiki.
Ditanya soal kendala di sini, dia mengalami kendala di bahasa saja. Karena bahasa pengantar di manapun adalah bahasa Inggris, jadi dia meng-upgrade sendiri bahasanya. Saat bepergian ke suatu tempat dia lebih memilih pergi bersama teman Jepang sebab bisa diajak ngobrol dengan enak dan lancar. Namun, jika di suatu tempat dimana sama-sama tidak mengerti bahasa di daerah tersebut biasanya menggunakan bahasa tubuh.
Laki-laki muda ini berpesan pada kita, “sebenarnya Indonesia tidak perlu menyamakan diri dengan Jepang karena Indonesia sebenarnya pun mampu lebih baik dengan ciri karakterisitik yang dimilikinya. Dalam beberapa hal Indonesia dan Jepang itu tidak ada yang beda. Waktu kerja dan belajar kita sama. Tetapi bagaimana kalian membentuk sikap disiplin dan jujur lah yang menentukan sebuah negara,” pesan Yashiki.
JAM KARET, cocok buat ane tuhbagaimana dg tmn2 agan ditempat kerja,di kampus ato di skolahan?apakah mereka cenderung rajin tekun disiplin ato malah mereka cenderung males,tidak disiplin + seneng ngobrol sendiri tnpa fokus terhadap kerjaan/pelajaran?
jujur kalo di kampus ane emg yg males lebih byk dibanding dg yg rajin,dan mereka cenderung menyepelekan entah itu hal besar ato pada hal sekecil apapun.eits budaya titip absen jg
Title :
Indonesia di Mata Mahasiswa Jepang
Description : Judul aselinya adalah kisah mahasiswa Jepang riset di ITS. Ada hal menarik yang dapat kita jadikan renungan, Kampus ITS, ITS Online - Laki-l...
Rating :
5